Problematika Eksekusi Putusan Tata Usaha Negara Melalui Uang Paksa (Dwangsom) Di Indonesia
Keywords:
Rekonstruksi, Tindak Pidana Korupsi, Gratifikasi SeksualAbstract
UU Tipikor diperlukan adanya penyesuaian agar terciptanya kepastian hukum, maka dari itu dalam penelitian ini peneliti akan mengkaji rekonstruksi terhadap Penjelasan Pasal 12B Ayat (1) dalam UU Tipikor. Rekonstruksi pasal ini dimaksudkan agar tercipta kepastian hukum mengenai gratifikasi seksual agar pelaku tindak pidana gratifikasi seksual dapat dipidana. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan, pendekatan historis, dan pendekatan konseptual. Hasil penelian menyatakan ketika peraturan tindak pidana korupsi belum menyatakan dan mengatur dengan tegas terkait gratifikasi seksual, khususnya pada penjelasan frasa “fasilitas lainnya” maka berdasarkan penafsiran secara restriktif dirasa tepat, yaitu dengan menggunakan tolak ukur pemberian fasilitas berupa jasa pelayanan seksual dengan catatan memenuhi unsur dari pasal 12B, yaitu berhubungan dengan jabatannya dan/atau berlawanan dengan kewajibannya. Hal ini juga selaras dengan konteks dari hermeneutika yang menekankan kepada maksud UU Tipikor itu terbit. Perempuan yang menjadi objek gratifikasi seksual ini dapat dijerat pasal 15 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) KUHP karena perempuan tersebut melakukan pembantuan dan turut serta terhadap tindak pidana korupsi. Dalam Hukum Pidana Islam, Perempuan yang menjadi objek gratifikasi seksual ini telah berzina dan hukuman bagi orang yang berzina ialah didera sebanyak seratus kali.
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2024 Journal of Law and Islamic Law
![Creative Commons License](http://i.creativecommons.org/l/by/4.0/88x31.png)
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.