Journal of Law and Islamic Law
https://panitera.amiin.or.id/index.php/panitera
<table class="data" style="border: none;"> <tbody> <tr valign="top"> <td bgcolor="#f0f0f0" width="20%">Journal title</td> <td bgcolor="#f0f0f0" width="40%"><strong>Panitera: Journal of Law and Islamic Law</strong></td> <td style="border: none;" rowspan="12" bgcolor="#ffffff" width="40%"><img style="margin-left: 10px;" src="https://panitera.amiin.or.id/screenshot2024-06-23010339.jpg" alt="" width="1414" height="2000" /></td> </tr> <tr valign="top"> <td bgcolor="#f0f0f0">Initials</td> <td bgcolor="#f0f0f0"><strong>PANITERA</strong></td> </tr> <tr valign="top"> <td bgcolor="#f0f0f0">Abbreviation</td> <td bgcolor="#f0f0f0"><strong>J. Law Islamic Law</strong></td> </tr> <tr valign="top"> <td bgcolor="#f0f0f0">Print ISSN</td> <td bgcolor="#f0f0f0"><a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/20220426101290647"><strong>3024-8485</strong></a></td> </tr> <tr valign="top"> <td bgcolor="#f0f0f0">Online ISSN</td> <td bgcolor="#f0f0f0"><a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/20220426081253235" target="_blank" rel="noopener"><strong>3024-8507</strong></a></td> </tr> <tr valign="top"> <td bgcolor="#f0f0f0">Frequency</td> <td bgcolor="#f0f0f0"><strong>2 issues per year (June and December)</strong></td> </tr> <tr valign="top"> <td bgcolor="#f0f0f0">Editor-in-chief</td> <td bgcolor="#f0f0f0"><strong>Achmad Hasan Basri</strong></td> </tr> <tr valign="top"> <td bgcolor="#f0f0f0">Affiliation</td> <td bgcolor="#f0f0f0"><strong> UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember </strong></td> </tr> <tr valign="top"> <td bgcolor="#f0f0f0">Publisher</td> <td bgcolor="#f0f0f0"><a href="https://amiin.or.id/"><strong> Aspirasi Masyarakat Intelektual Islam Nusantara</strong></a></td> </tr> <tr valign="top"> <td bgcolor="#f0f0f0">OAI Journal</td> <td bgcolor="#f0f0f0"><strong><a href="https://panitera.amiin.or.id/index.php/panitera/oai">https://panitera.amiin.or.id/index.php/panitera/oai</a></strong></td> </tr> </tbody> </table> <p>Panitera: Journal of Law and Islamic Law accepts research papers on Law and Islamic Law studies. As a result, its goal is to connect practice and research by giving information, views, opinions, and insights. Permadani, as a global publication, invites submissions from all around the world.</p> <p>Panitera seeks articles that will contribute to and expand our understanding in law and Islamic law research rather than replicating what has previously been done and understood while seeking for research to publish.</p>Aspirasi Masyarakat Intelektual Islam Nusantaraen-USJournal of Law and Islamic Law3024-8485Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual Verbal (Catcalling)
https://panitera.amiin.or.id/index.php/panitera/article/view/14
<p><em>Tulisan ini berusaha untuk mengkaji terkait c</em><em>atcalling </em><em>yang </em><em>menjadi sebuah fenomena yang merujuk </em><em>kepada </em><em>pelecehan seksual secara verbal. Sebagian masyarakat masih banyak yang menganggap bahwa catcalling hanyalah sebuah candaan biasa atau sebuah pujian yang diberikan. Asingnya istilah catcalling dalam masyarakat yang membuat para korban catcalling kebingungan akan meminta perlindungan. Untuk itu, perlu adanya pemahaman mengenai upya perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana kekerasan seksual verbal</em><em>. </em><em>Pada penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan koseptual (conceptual approach), sumber bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang diperoleh melalui studi kepustakaan yang bersumber dari buk</em><em>u. </em><em>Penelitian ini memperoleh kesimpulan</em><em>: Pertama b</em><em>ahwa pelecehan seksual verbal atau catcalling merupakan istilah kepada bentuk pelecehan, seperti siulan atau komentar dengan tujuan untuk mendapatkan perhatian dari para korbannya, yang diberikan dengan atribut-atribut seksual di ruang tertutup bahkan ruang publik. </em><em>Kedua b</em><em>ahwa perbuatan catcalling yang dilakukan termasuk dalam unsur-unsur tindak pidana yang mana terdapat hukum yang mengaturnya. </em><em>Ketiga b</em><em>ahwa bagi pelaku tindak pidana kekerasan seksual verbal atau (Catcalling) dapat terjerat pidana seperti yang tertuang dalam Pasal 4 dan 5 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.</em></p>Yufi Cantika Sukma Ilahiah
Copyright (c) 2024 Journal of Law and Islamic Law
2024-06-302024-06-3021121Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak Oleh Orang Tua Dalam Hukum Positif dan Hukum Islam (Studi Putusan Nomor: 183/Pid.Sus/2016/Pn.Mam)
https://panitera.amiin.or.id/index.php/panitera/article/view/15
<p><em>Penelitian ini mengambil putusan Pengadilan Negeri Mamuju Nomor 183/Pid.Sus/2016/PN.Mam. mengenai kekerasan terhadap anak oleh orang tua, yang mana keadilan dan kepastian hukumnya tidak tercapai. Pandangan hukum Islam terhadap kekerasan terhadap anak oleh orang tua masuk pada hifz al-nafh dalam fiqh maqashid syariah yang berkaitan dengan menjaga jiwa serta dapat terhindar dari perbuatan kekerasan yang dapat merugikan diri sendiri dan diri orang lain. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, dengan menggunakan pendekatan undang-undang (Statute approach), pendekatan kasus (case approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach), sumber bahan hukum menggunakan sumber bahan hukum primer seperti undang-undang, sumber bahan sekunder seperti buku, jurnal, teknis pengumpulan bahan hukum menggunakan kepustakaan, serta teknis analisa bahan hukum menggunakan deskriftif analisis. Hasil penelitian ini yaitu 1) penerapan sanksi tindak pidana pelaku kekerasan pada putusan Pengadilan Negeri Mamuju Nomor 183/Pid.Sus/2016/PN.Mam., tidak sesuai karena seharusnya menggunakan pasal 80 ayat 3 dan 4 dalam penghukumannya, yang berlandaskan pada kronologi kasus putusan, teori pemidanaan serta pengaruh pada tujuan hukumnya, sehingga pihak yang diuntungkan adalah pihak pelaku dan yang dirugikan adalah pihak korban. 2) pandangan hukum Islam yang mana pelukaan pada korban dalam hukum Islam disebut dengan Asy-Syijaj dibagian Al-Kharishah dan Al-Jirah dibagian Al-Ja'ifah, penghukuman pada perbuatan tersebut masuk pada jarimah ta'zir terkait pembunuhan, sehingga pemberlakuan tindak kekerasan terhadap anak oleh orang tua masuk pada kategori pemberlakuan syari'at Islam secara substansial.</em></p>Putri Dwi Novia IslamiahHelmi Zaki Mardiansyah
Copyright (c) 2024 Journal of Law and Islamic Law
2024-06-302024-06-30212245Urgensi E-Court dalam Meningkatkan Efektivitas Penyelesaian Perkara di Pengadilan Agama Jember
https://panitera.amiin.or.id/index.php/panitera/article/view/16
<p><em>Eksistensi transformasi digital pada masyarakat turut mereformasi sistem digitalisasi hukum yang berkontribusi dalam mempermudah access to justice. Dalam merespon pesatnya kemajuan tersebut, lahirlah e-court sebagai sebuah sistem peradilan secara elektronik yang pelaksanaannya telah diatur melalui PERMA No 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan Secara Eektronik. Terdapat 3 fokus penelitian yang berusaha dikaji dalam penelitian ini yakni: (1) Bagaimana paradigma dasar yang menjadi acuan dibentuknya sistem peradilan secara e-court? (2) Bagaimana Efektivitas e-court dalam penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Jember? (3) Apa saja permasalahan dan kendala dalam penyelenggaraan e-court di Pengadilan Agama Jember? Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mendeksripsikan paradigma dasar tentang awal pembentukan e-court, mendeskripsikan efektivitas e-court dalam penyelesaian perkara di Pengadilan Agama Jember, serta mengkaji permasalahan dan kendala dalam penyelenggaraan e-court, beserta solusi yang ditawarkan. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian socio-legal dengan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach) menggunakan bahan hukum primer dan sekunder yang diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Kesimpulan akhir penelitian yakni: 1.) Paradigma dasar terbentuknya e-court merupakan penyerapan dari kebutuhan digitalisasi masyarakat dan telah sesuai dengan konsep cita hukum Gustav Radbruch. 2.) Penyelenggaraan e-court di Pengadilan Agama Jember masih belum efektif jika mengacu pada konsep efektivitas hukum Soerjono Soekanto karena masih ditemukan ketidakefektifan dalam poin penegak hukum dan masyarakat. 3.) Ditemukan 4 kendala dalam implementasinya yakni: (a) Kesulitan untuk login aplikasi, (b) Pembayaran Virtual Account (VA) yang terkadang eror, (c) Jadwal persidangan yang tidak sesuai court calendar dan (d) Tidak adanya sosialisasi penggunaan e-court bagi masyarakat secara langsung.</em></p>Faisol Abrori
Copyright (c) 2024 Journal of Law and Islamic Law
2024-06-302024-06-30214665Analisis Perlindungan Hukum Terhadap Ahli Waris yang Mengalami Cacat Mental dalam Menjual Harta Waris (Studi Penetapan Nomor 0036/Pdt.P/2021/Pa.Krs)
https://panitera.amiin.or.id/index.php/panitera/article/view/18
<p><em>Untuk melakukan suatu perbutaan hukum maka seseorang harus dapat dikatakan cakap terlebih dahulu. Dalam hal ini cakap mengacu pada manusia yang telah dewasa dan berakal sehat juga yang memiliki kewenangan untuk mempertanggung jawabkan atas dirinya sendiri. Mengenai hal tersebut tentu penyandang cacat mental tidak termasuk dalam seseorang yang cakap dalam melakukan perbuatan hukum apapun termasuk menerima harta waris dan tentu mereka membutuhkan suatu perlindungan hukum yang dapat di wujudkan melalui Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama. Adapun metode penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Untuk cakupan yang digunakan yaitu pendekatan Undang-Undang atau statute approach, pendekatan perbandingan atau comparatif dan pendekatan studi kasus atau case approach. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa untuk memberikan perlindungan bagi ahli waris yang mengalami cacat mental yang telah berusia dewasa dalam menjual harta warisan, sepanjang telah memenuhi kriteria warga negara Indonesia yang tunduk terhadap konstitusi Indonesia maka akan mendapat perlindungan yang sama di mata hukum. Kemudian terkait dengan sistematika pembagian harta waris bagi yang megalami cacat mental, bagian yang diperoleh oleh penyandang cacat mental juga tidak berbeda dengan bagian yang pada umumnya harus diterima oleh ahli waris. Berkaitan dengan pertimbangan hakim nomor perkara 0036/Pdt.P/2021/PA.Krs untuk menguatkan dasar pertimbangan mejelis hakim yang mengutip dalam surat An-Nisa ayat 2, majelis juga bisa menambahkan dasar dalam Hadist yang di riwayatkan oleh Abu Daud dan pendapat dari madzhab Hanafi. Yang mana dalam keduanya membahas bahwa setiap manusia yang memiliki posisi yang setara. Majelis juga bisa menambahkan dasar dalam Al-Quran Surat Al- Fath ayat 16-17 yang menjelaskan bahwa Allah memberikan keistimewaan yang lebih bagi penyandang disabiitas dikarenakan suatu kondisi mereka sehingga apa yang menjadi kewajiban mereka boleh menjadi hal yang tidak wajib mereka lakukan. </em></p>Salsabila Qurrota A’yuni Hermawan
Copyright (c) 2024 Journal of Law and Islamic Law
2024-06-302024-06-30216682Analisis Yuridis Kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Secara Sistem Ketatanegaraan Di Indonesia
https://panitera.amiin.or.id/index.php/panitera/article/view/19
<p><em>Kewenangan yang dimiliki oleh lembaga KPPU telah diatur pada pasal 36 UU Anti Monopoli </em><em>yang meliputi proses penyidikan, penyelidikan, penuntutan, serta pemutusan suatu perkara terkait persaingan usaha tidak sehat. Melihat kewenangan dan ruang lingkup kewenangan yang begitu luas yang dimiliki oleh lembaga KPPU, maka berdasarkan teori trias politika dan fiqih siyasah dusturiyah setiap lembaga di Indonesia harus dibatasi kewenangannya agar tidak tercampur dengan kewenangan yang dimiliki oleh lembaga lain dan dengan luasnya ruang lingkup kewenangan yang dimiliki oleh lembaga ini harus dipisahkan salah satu kewenangannya yaitu harus ada suatu lembaga independen yang terkhususkan untuk menangani perkara terkait persaingan usaha tidak sehat.</em></p> <p><em>Fokus penelitian dari skripsi ini yaitu, 1) Bagaimana kewenangan KPPU dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia?, 2) Bagaimana ruang lingkup dan batasan dari kewenangan KPPU secara sistem ketatanegaraan di Indonesia?</em> <em>Pada skripsi atau penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis mengenai kewenangan lembaga KPPU dan ruang lingkup serta batasan dari kewennagan KPPU secara sistem ketatanegaraan di Indonesia.</em> <em>Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jenis penelitian hukum normatif. Pendektan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan pendekatan perundang-undangan atau </em><em>statute approach, pendektan konseptual atau conceptual</em><em> approach dan pendekatan perbandingan atau comparative approach. Teknik pengumpulan data menggunakan studi pustaka atau Bibliography Study dan analisis bahan hukum yang digunakan yaitu analisis deskriptif. </em></p> <p><em>Hasil penelitian dari skripsi ini yaitu, 1) Dengan adanya kewenangan lembaga KPPU yang sangat luas cakupannya, seharusnya wewenang yang dimiliki oleh lembaga ini harus diberi batasan agar tidak tercampur dengan kewenangan yang dimiliki oleh lembaga lain., 2) </em><em>Lembaga KPPU harus diberikan konsep pemisahan salah satu dari kewenangan yang dimiliki, dikarenakan ruang lingkup kewenangan yang begitu luas dan harus ada batasan terkait kewenangan tersebut idealnya harus ada lembaga lain yang independen dalam mengadili dan memutus suatu perkara mengenai persaingan usaha tidak sehat, agar tidak tercampur dengan kepentingan penyidikan, penyelidikan dan penuntutan.</em></p>Maharani Saolina
Copyright (c) 2024 Journal of Law and Islamic Law
2024-06-302024-06-30218394Hak Kebebasan Berpendapat Indonesia Dan Malaysia Perspektif Hak Asasi Manusia
https://panitera.amiin.or.id/index.php/panitera/article/view/20
<p><em>Kajian dalam artikel ini menganalisis dan membandingkan hak kebebasan berpendapat di Indonesia dan Malaysia dari perspektif hak asasi manusia (HAM), dengan mempertimbangkan perbedaan sistem hukum dan pemerintahan di kedua negara. Di Indonesia, yang menganut sistem hukum civil law dan pemerintahan presidensial demokratis, kebebasan berpendapat diatur oleh UU No. 9 Tahun 1998, UU No. 39 Tahun 1999, UU No. 19 Tahun 2016, dan Pasal 28E Ayat 3 UUD 1945. Sementara itu, Malaysia yang menggunakan sistem hukum common law dan pemerintahan monarki parlementer, mengatur kebebasan berpendapat melalui Pasal 10 Konstitusi Malaysia dan peraturan tambahan seperti Sedition Act 1948, Communications and Multimedia Act 1998, dan Printing Presses and Publications Act 1984. Penelitian ini mengevaluasi efektivitas implementasi undang-undang tersebut, termasuk tantangan seperti kriminal sasi, sensor, dan pelanggaran HAM. Selain itu, pengaruh latar belakang sosial-politik terhadap pelaksanaan kebebasan berpendapat juga dianalisis. Dengan pendekatan komparatif, perundang-undangan, dan historis melalui penelitian sebelumnya, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi persamaan dan perbedaan dalam perlindungan HAM di kedua negara. Hasilnya diharapkan dapat memberikan rekomendasi untuk memperkuat kerangka hukum dan praktik perlindungan HAM di Indonesia dan Malaysia. Metode penelitian ini menggunakan metode normatif dengan tiga pendekatan (komparatif, perundangan, dan historis) menggunakan bahan hukum berupa dokumen-dokumen otoritatif dengan teknik pengumpulan bahan hukum melalui studi pustaka dan analisis hukum. Hasil kajian ini menegaskan bahwa kebebasan berpendapat adalah hak asasi yang diakui internasional dan dijamin oleh hukum Indonesia dan Malaysia, meskipun dengan aturan berbeda sesuai konstitusi masing-masing negara.</em></p>Hilda Nur SabrinaBadrut Tamam Yudha Bagus Tunggala Putra
Copyright (c) 2024 Journal of Law and Islamic Law
2024-06-302024-06-302195112